<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d4196416790633888123\x26blogName\x3dPasukan+Bumi\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://pasukanbumi.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://pasukanbumi.blogspot.com/\x26vt\x3d1040971366761521496', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
PASUKAN BUMI !

Friday, February 20, 2009
Dita Gambiro

Manusia (merasa) berkuasa atas bumi-Nya. Mereka tidak pernah merasa puas dalam ‘mengolah’ alam ini. Dimulai dari keserakahan manusia mengeruk kekayaan alam tanpa berfikir panjang yang lambat laun menyebabkan protesnya iklim, memanasnya suhu yang menenggelamkan pulau secara diam-diam dan tidak menentunya perlakuan alam. Suasana ini semakin diperburuk ketika manusia masih saja menebang paksa pohon-pohon dan memburu hewan-hewan di habitatnya.

Hewan, mungkin dianggap sebagai makhluk kelas 2 di dunia setelah manusia. Mereka hidup, bergerak, tetapi dianggap tidak mempunyai pemikiran yang mampu mengalahkan manusia. Mungkin hal tersebut yang membuat manusia merasa memiliki hidup para hewan. Contohnya dapat kita lihat ketika beberapa kelompok orang masih saja berburu binatang untuk hobi hingga semakin banyaknya ragam hewan yang diperdagangkan untuk peliharaan, tanpa rasa bersalah Dikalangan manusia, beberapa nama hewan ( anjing, babi, kampret, dsb) dianggap kasar dan kurang ajar. Dari situ kita dapat melihat pelecehan terhadap hewan terjadi dalam bentuk yang beragam. Manusia seperti hanya mencuri manfaat dari hewan-hewan. Memelihara karena ada maksudnya. Contoh: Induk kambing diambil susunya untuk manusia dan anak kambing diberi susu sapi dari botol dot. Penyu yang sudah hidup lebih tua dari kita diambil dagingnya, cangkangnya untuk hiasan dan telurnya diambil untuk sarapan manusia. Bulu macan, kucing,kulit ular, rubah dijadikan barang fashion yang mahal. Ular langka, orang utan, merak, macan dijual untuk peliharaan manusia, dikandangi di halaman rumahnya untuk sekedar ingin memiliki dan menikmatinya secara pribadi.

Ada yang lebih memilukan daripada hal diatas. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang ,dan parahnya dianggap sebagai hal yang biasa bagi sebagian besar manusia.

Manusia semakin berjarak dengan alamnya. Kehidupan metropolis , gemerlap dan penuh dengan tatanan sosial yang elu-elukan. Rimba, tergantikan dengan semen dan aspal. Rumah manusia semakin meluas, menyingkirkan rumah-rumah makhluk hidup dan unsur-unsur lainnya. Hingga air hujan pun susah sekali kembali ke tanahnya. Ribuan peringatan dari alam tak dihiraukan oleh manusia. Saya yakin, kita, generasi sekarang inipun sudah tidak peka dengan tanda-tanda alam. Apa arti burung burung yang terbang secara berkelompok dari laut ke darat, apa arti anjing yang melolong bersamaan, apa arti dari ikan-ikan yang secara misterius muncul di laut yang dangkal dan lainnya. Padahal dengan mengamati alam, manusia dapat mengetahui lebih dini akan adanya bencana dan dapat menyelamatkan hidup mereka.

Pada karya ini saya membuat gestur binatang yang kaki-tangan dan kepalanya merupakan kaki dan tangan dari manusia. Kenapa saya tak menyertakan kepala manusia di dalamnya? Karena binatang mencerminkan perasaannya dengan gerak dan perbuatan, bukan omongan (mulut).

Saya ingin mengajak anda untuk berimajinasi, apa rasanya ketika kita adalah binatang, atau kita menjadi binatang. Dimana hukum rimba menjadi satu-satunya keadilan. Siapa yang kuat, dia yang menang. Mungkin dengan cara seperti ini manusia dapat lebih baik memperlakukan binatang yang secara otomatis akan lebih baik memperlakukan alamnya.

Labels: